Jakarta, KMatapublik.com – Kehadiran 1.2 juta vaksin ke Indonesia memberikan harapan bagi
penanganan COVID-19 di Indonesia. Sementera Pemerintah menunggu hasil uji klinik fase III
dan evaluasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), sebagai dasar untuk
mengeluarkan izin penggunaan vaksin COVID-19. Di sisi lain, perkembangan informasi yang
simpang siur di masyarakat terkait vaksin seringkali menyesatkan. Informasi yang kurang tepat
dan tidak sesuai konteks ini mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap vaksin.
Oleh karena itu perlu untuk meluruskan informasi kepada masyarakat agar menjawab keraguraguan.
Terkait mutasi virus COVID-19 di Inggris, dr. Dirga Sakti Rambe, Vaksinolog sekaligus
Spesialis Penyakit Dalam menerangkan bahwa hal tersebut merupakan sifat alami dari virus.
“Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus menerus, kita harus meminimalisir atau
menghentikan penyebaran penyakit. Alhamdulillah, sampai saat ini mutasi-mutasi yang ada itu
tidak berdampak pada efektivitas vaksin. Tapi kita tidak tahu, satu tahun lagi bagaimana dampak
dari mutasi ini. Oleh karena itu saya tekankan bahwa kita harus konsisten menerapkan protokol
pencegahan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) supaya penyebaran
COVID-19 ini bisa kita cegah”, terangnya dalam acara Dialog Produktif bertema “Ungkap Fakta
Vaksin, Jangan Tertipu Hoaks” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (29/12).
dr. Dirga menjelaskan bahwa vaksin COVID-19 tergolong dalam jenis vaksin mati. “Vaksin mati
artinya vaksin yang diberikan kepada tubuh kita tidak ada risiko, atau risikonya nol untuk
menyebabkan penyakit. Jadi tidak mungkin ada orang setelah divaksinasi COVID-19 menjadi
sakit COVID-19. Itulah keunggulan dari vaksin mati”, ujarnya.
dr. Dirga juga menenangkan masyarakat untuk tidak khawatir akan adanya fenomena ADE
(Antibody-dependant enhancement) pada vaksin COVID-19. “Tapi ternyata ADE dalam berbagai
penelitian dan uji klinik vaksin COVID-19 ini tidak terbukti. Sampai sekarang pada semua merek
vaksin COVID-19, risiko ini tidak terjadi,” tegasnya.
Menurut dr. Dirga, profil keamanan dari proses uji klinik seluruh merek vaksin COVID-19
dilakukan dengan sangat baik. Sehingga tidak ada efek samping yang sangat serius sejauh uji
klinik dilakukan.
Sementara itu dalam proses pembuatan vaksin COVID-19, dr. Dirga mengungkapkan bahwa
WHO menerapkan standar efektivitas vaksin COVID 50%. “Dari WHO menetapkan syarat
minimal efikasi atau efektivitas vaksin COVID-19 itu 50% sudah bagus. Artinya kalau di bawah
50% vaksin tidak layak diedarkan. Tetapi vaksin yang efektivitasnya 90%, 80% atau bahkan 60
atau 70% pun pada masa pandemi ini, dampaknya sangat terasa dan sangat penting. Karena
sampai sekarang kita belum punya vaksin atau obat untuk COVID-19”, tambahnya.

















